Pengolahan Aerob Dengan Anaerob






Perbedaan utama dari pengolahan secara aerob dan anaerob terletak pada kondisi lingkungannya. Pada pengolahan secara aerob, kehadiran oksigen mutlak diperlukan untuk metabolisme bakteri, sementara pada kondisi anaerob sebaliknya. Berikut ini adalah beberapa perbedaan utama antara pengolahan secara aerob dan anaerob menurut Eckenfelder, et.al (1988) :
Temperatur
Temperatur mempengaruhi proses aerob maupun anaerob. Pada proses anaerob, diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mencapai laju reaksi yang diperlukan. Pada proses anaerob, penambahan temperatur dapat dilakukan dengan memanfaatkan panas dari gas methane yang merupakan by-product proses anaerob itu sendiri.
pH dan Alkalinitas
Proses aerob bekerja paling efektif pada kisaran pH 6,5 – 8,5. Pada reaktor aerob yang dikenal dengan istilah completely mixed activated sludge (CMAS), terjadi proses netralisasi asam dan basa sehingga biasanya tidak diperlukan tambahan bahan kimia selama BOD kurang dari 25 mg/L.
Sementara itu proses anaerob yang memanfaatkan bakteri methanogen lebih sensitif pada pH dan bekerja optimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5. Sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada nilai 6,2 dan jika konsentrasi sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya berada pada pH 7 – 8 untuk menghindari keracunan H2S. Alkalinitas bikarbonat sebaiknya tersedia pada kisaran 2500 hingga 5000 mg/L untuk mengatasi peningkatan asam-asam volatil dengan menjaga penurunan pH sekecil mungkin. Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat ke dalam reaktor untuk mengontrol pH dan alkalinitas.


Produksi Lumpur dan Kebutuhan Nutrien


Bagi kebanyakan air limbah, produksi lumpur yang dihasilkan dari pengolahan aerob adalah sebesar 0,5 kg VSS/ kg COD tersisihkan. Sementara itu, pada pengolahan anaerob, produksi lumpur adalah sebanyak 0,1 kg VSS/kg COD tersisihkan. Pada pengolahan aerob, konsentrasi nitrogen yang perlu ditambahkan adalah 8-12 persen dan fosfor sebesar 1,5-2,5 persen. Sebagai “rule of thumb”, kebutuhan nutrien pada pengolahan anaerob adalah seperlima dari proses aerob.
Tabel berikut menunjukkan perbandingan antara pengolahan secara aerob dan anaerob (sumber : Eckenfelder, et.al , 1988)


Parameter
Aerob
Anaerob
Kebutuhan energi
Tinggi
Rendah
Tingkat pengolahan
60-90%
95%
Produksi lumpur
Tinggi
Rendah
Stabilitas proses terhadap toksik dan perubahan beban
Sedang sampai tinggi
Rendah sampai sedang
Kebutuhan nutrien
Tinggi untuk beberapa limbah industri
Rendah
Bau
Tidak terlalu berpotensi menimbulkan bau
Berpotensi menimbulkan bau
Kebutuhan alkalinitas
Rendah
Tinggi untuk beberapa limbah industri
Produksi biogas
Tidak ada
Ada (dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi)
Start-up time
2 – 4 minggu
2 – 4 bulan


Perbandingan antara proses aerob dan anaerob tersebut menjadi dasar pemilihan unit-unit pengolahan biologi pada secondary treatment. Pemilihan akan tergantung dari karakteristik air limbah yang akan diolah. Bahkan, untuk karakteristik limbah tertentu diperlukan kombinasi dari kedua proses tersebut.
Sumber : Eckenfelder, W.W., Patoczka, J.B., and Pulliam, G.W.(1988).Anaerobic Versus Aerobic Treatment In The USA.in: Anaerobic Digestion 1988, E.R.Hall and P.N.Hobson(eds.),Pergamon Press New York.

Nemo enim ipsam voluptatem quia voluptas sit aspernatur aut odit aut fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunt.

Disqus Comments